Page 8 - Momentary Lapse
P. 8
Pada tahun 1996 Palguna melanjutkan studi seni ke ISI Yogyakarta. Yogyakarta menjadi
rumah ke dua bagi Palguna. Kota ini tidak hanya mengajarkan ilmu di bidang seni, tetapi juga
merupakan tempat mematangkan diri, menumbuhkan tunas hati yang memekarkan keluarga
kecil. Angan-angan dan harapan akan masa depan telah tergantung tinggi di kota ini, namun
sebagai orang Bali “sejauh-jauhnya melangkah menyeberangi lautan, melintasi benua, pada
saatnya pasti kembali ke Bali”.
Kembali ke Bali ibaratnya laku spiritual, kembali ke tanah dimana ari-ari tertanam, yang dipupuk
setiap hari dengan sesaji tentu meniupkan aura tersendiri. Ingatan yang lama terputus seperti
tersambung lagi. Bermain di pematang sawah sambil menikmati hembusan angin bukit
Campuhan menjadi kesehariannya. “ten lion power tiger” adalah slogan yang diambil dari
sebuah serial kartun favorit menjadi judul karya yang menampilkan seorang anak yang sedang
mengeluarkan jurus sakti berupa pancaran sepuluh kepala macan. Sedangkan kesukaannya
beradu imajinasi dengan komik Kho Ping Hoo melahirkan karya “tiga pendekar (spionase)”
yang menampilkan suasana pedesaan di China. Kenangan masa remajanya di Ubud tergambar
dalam karya “serial killer”, yang menampilkan tiga orang remaja bersanding dengan gelas-gelas
besar minuman anggur, dengan latar pemandangan sungai yang dihias dengan gunung-gunung
kembar yang siap dijelajahi.
Ke Bali sebagai orang Bali, tentu berbeda halnya ke Bali sebagai wisatawan atau pengunjung
asing. Palguna pulang ke tanah kelahiran kini harus berhadapan dengan realitas yang sudah
berubah. Teman-teman masa kecil kini sudah dewasa, pulang dengan tanggung jawab sebagai
seorang kepala keluarga dan banyak lagi hal-hal yang sudah berbeda, menimbul kesan ganjil
dan aneh yang memancing kegundahan dan pertanyaan dalam diri seorang Palguna. Hal ini
yang menjadi dasar tema-tema karya Palguna.