Page 46 - Inner Gazing
P. 46

Sejak kembali ke Bali pula, Nano mulai melihat dan tergugah   Pada awal tahun 2014 Nano kembali meluncurkan sebuah
            dengan dinamika dan kompleksitas yang tengah dihadapi   gagasan seni lingkungan (envorimental art) yang Ia beri tajuk
            masyarakat Bali. Nano menuturkan bahwa suatu ketika Ia berjalan   Menanam Air. Menanam Air adalah sebuah aktivitas menanam
            jalan dengan anaknya yang saat itu masih kecil ke suatu tempat   pohon yang dilakukan Nano. Dalam menanam pohon tersebut Ia
            di Ubud dan melihat beberapa sawah yang tengah beralih fungsi   membuat sebuah karya berbentuk pohon dari anyaman bambu
            jadi bangunan. Dengan gaya yang polos,  anaknya berujar pada    yang difungsikan sdebagai pelindung dari bibit pohon yang sedang
            Nano “Pedalem umae to  ketuange sing dadi nu angon tongos   Ia tanam. Ia mengatakan bahwa karya pohon yang terbuat dari
            melayangan” artinya ; “kasihan sawah dibegitukan (diubah jadi   anyaman bambu itu hanya bersifat sementara, suatu saat jika bibit
            bangunan) tak ada tempat bermain laying layang” pernyataan   pohon yang ditanam bertrumbuh semakin membesar maka karya
            polos dari anaknya itu membuat Nano tersentak, Ia tersadar bahwa   pohon dari anyaman bamboo itu akan rusak dan hancur. Dan bibit
            ada problematika sosial yang kini tengah dihadapi masyarakat   yang ditanam itu yang akan menggantikan. Ia mulai melakukan
            di sekitarnya dan Bali secara umum,yakni seputar alih fungsi   aktivitas Menanam Air ini di rumahnya, lalu semakin berkembang
            lahan. Hal itu menjadi kegelisahanya, sebagai seniman Ia merasa   ke rumah beberapa sahabatnya yang meminta dan menyediakan
            tertantang untuk berbuat sesuatu tentu saja dalam kapasitasnya   lahan baik itu di [pekarangan rumahnya masing masing maupun di
            sebagai perupa , maka dengan karya senilah Ia akan menyuarakan   l;ahan yang lain. Aktivitas Seni Menanam Air ini kini telah dilakukan
            kegelisahan tentang maraknya alih fungsi lahan yang terjadi.   Nano di berbagai tempat di Bali mulai dari di beberapa ruang –
            Setelah banyak  berdiskusi dengan Pande Putu Setiawan (Wawan)   ruang kebudayaan, kampus, dan ruang public lainya di Bali bahkan
            seorang aktivis ,  dan dengan mencoba mengeksplorasi sendiri   hingga ke Jogyakarta. Nano memandang aktivitas Menanam Air
            berbagai kemungkinan tentang media dan cara ungkap apa yang   sebagai sebuah aktivitas seni membangun klesadaran akan peran
            akan Ia pilih untuk menyuarakan kegelisahanya tersebut, Nano   vital air di alam,dan tumbuh tumbuhan memegfang peranan yang
            akhirnya menemukan satu gagasan dan konsep seni instalasi   penting dalam menjaga ketersediaan air di alam karena tumbuh
            ruang publik berupa membuat satu kalimat yang diharapkan   tumbuhan dapat menampung cadangan air di alam.
            dapat mempersuasi atau menggugah kesadaran  publik tentang
            kondisi alih fungsi lahan yang kian marak terjadi yakni “Not For   Demikianlah Nano, seorang perupa yang secara sadar
            Sale” .Sejak saat itulah Nano mulai membuat tulisan Not For Sale   menempatkan kesenian sebagai bagian dari hidup. Seni memang
            dengan media bambu dan ditaruh  di lahan persawahan milik   bukan semata untuk seni dan kesenimanan tapi juga bagaimana
            kawanya sesama perupa  yakni I Gde Suanda (Sayur). Sejak saat   seni adalah media untuk merawat dan memperkokoh kehidupan
            itu karya Not For Sale yang dibuat Nano mulai mendapatkan   itu sendiri.Nano selain suntuk mel;ukis di dalam studionya ia
            respon publik. Menurut Nano karya Not For Sale tersebut bukan   juga mencoba keluar hadir di tengah tengah publik menyuarakan
            dimagsudkan untuk memaksa orang orang untuktidak menjual   kegelisahan, mencoba membangun kesadartan lewat bahasa seni
            tanah, Nano merasa Ia tidak dalam kapasitas itu. Ia juga tidak   rupa dalam memandang problematika kehidupan yang tengah
            bermagsud menyalahkan orang yang  menjual tanah. Karena   terjadi.
            konsep berkesenian Nano adalah kembali ke diri sendiri tanpa
            menyalahkan apa apa dan siapa siapa. Not For Sale bagi Nano
            adalah sebuah ungkapan kegelisahanya tentang kondisisi sosial
            yang terjadi di Bali. Melalui karyanya Ia sesungguhnya sedang ingin
            membangun kesadaran setidaknya dimulai dari dirinya sendiri
            untuk lebih bisa menjaga dan merawat apa yang diwariskan para
            pendahulu untuk generasi berikutnya.








        44
   41   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51