Page 44 - Inner Gazing
P. 44
I WAYAN SUDARNA PUTRA yang hendak Ia hadirkan seperti yang telah penulis paparkan diatas.
Layer Layer Kreativitas Layer – layer yang dimagsud bukan pula hanya terkait teknis yang
ia pakai dalam membuat penambahan penambahan objek lain
I Wayan Sudarna Putra atau yang akrab disapa Nano lahir pada pada lukisan potret dirinya melainkan lapisan lapisan yang bisa
15 April 1976 di Ubud. Nano dikenal sebagai perupa yang dimaknai lebih luas. Seperti yang terlihat dalam pameran ini nano
menghadirkan bahasa ungkap visual dengan pendekatan yang menghadirkan beberapa panel lukisan potret diri dalam mimik
metaforis sebagai piliohan bahasa ungkap visualnya. Sejak ekspresi tersenyum dengan ekspresi senyuman yang berbeda
beberapa tahun terakhir, seperti yang terlihat dalam pameran beda pula mulai dari tersenyum simpul hingga tersenyum lebar
tunggalnya di Komaneka tahun 2010 yang bertajuk “Unsung layaknya orang tertawa. Masing masing potret diri tersebut tampak
Hero” Nano kerap mengeksplorasi potret dirinya sebagai sebentuk berlumuran cat aneka warna. “Pencitraan” begitu ia member judul
ungkapan metaforik-nya dalam mengungkapan gagasan atas pada lukisan yang terdiri dari beberapa panel ini. Dalam karyanya
cara pandangnya memandang hidup dan kehidupan dalam jalan ini Nano menghadirkan sudut pandangnya atas apa itu perilaku
berkesenianya .Sebab kesenian bagi Nano adalah bagian dari hidup “pencitraan”. Sebatas mana perilaku pencitraan itu diperlukan
itu sendiri. dalam membangun image atau branding diri , didalam setiap
perilaku pasti ada dualitas baik dan buruk. Namun Nano memilih
Nano menjelajahi persoalan persoalan identitas diri sebagai untuk tidak mempertentangkanya. “Nikmati saja , namanya juga
manusia dalam berbagai dimensi dan aspek. Baik diri sebagai hidup” begitu ungkapnya sambil tertawa lepas.
seniman, diri sebagai personal , diri sebagai bagian dari sistem
sosial dan buidaya,serta diri sebagai bagian dari alam . Karya – Jika kita telisik kembali jejak jejak perjalanan berkesian Nano
karya lukisan Nano selalu menghadirkan layer layer atau lapisan maka kita akan diajak untuk menyusuri rute perjalan dalam lelaku
lapisan baik secara visual maupun secara tematik. Layer demi kreativitas. Sebuah perjalanan dari luar ke dalam. Kesadaran
layer dalam karya Nano adalah ruang ruang ungkapan dirinya yang bergerak dari luar ke dalam ini, menurut penuturan Nano
didalamnya terdapat cara pandangnya dalam memaknai kehidupan dimulai ketika Ia memutuskan untuk pulang kembali ke Bali dari
itu sendiri. Namun menurut Nano inti dari lapisan – lapisan itu Jogyakarta. Kembali ke Bali, ke kampung halamanya di Ubud
adalah adanya sesuatu yang murni, yang tak terjelaskan, yang tak setelah sekian lam,a berproses di Jogyakarta tentu merupakan
terkenali , Ia mengistilahkanya sebagai Unsung Hero sebagai suatu pengalaman yang menarik bagi Nano. Menjalankan hari hari
spirit yang menggerakkan semuanya tapi sekaligus yang menerima sebagai seniman sembari larut dalam pergumulan ruang sosial
semuanya. dan adat di komunitas banjar dan desanya misalnya, menjadikan
persoalan membagi waktu sedemikian penting untuk disikapi.
Dalam karya – karyanya Nano menghadirkan penyikapan Namun bagi Nano itu semua bukan persoalan karena baginya
penyikapan atas suatu fenomena yang berkelindan dalam semua itu adalah bagian dari hidup, Ia tak pernah ingin larut
kehidupan dalam sudut pandangnya yang khas. Yang menurut dalam pertentangan pertentangan Ia memilih dengan sadar
pandangan Nano segala persoalan yang ada dalam kehidupan bahwa semuanya indah jika dijalankan. Karena sekali lagi, bagi
ini adalah soal bagaimana diri ini menyikapinya. “Masalah atau Nano semua persoalan sesungguhnya musti dikembalikan
persoalan itu sesungguhnya ada dalam diri kita dan bagimana kepada diri sendiri. Dari pemahaman inilah Ia kemudian mulai
kita menyikapinya ” ungkap Nano pada penulis dalam sebuah tertarik menghadirkan potret diri dalam karya – karyanya namun
kesempatan berbincang. Itulah keyakinan atau dasar pemahaman tetap pada pilihan bahasa ungkap visual yang metaforik. Jika
yang tampaknya menggerakkan proses kreatifnya selama ini dalam sebelumnya Nano dalam karya – karyanya banyak mengangkat
berkesinan, sehingga ia kerap memilih potret diri sebagai pilihan dan menghadirkan tanda – tanda atau simbol simbol yang identik
visual karya – karyanya. Dalam menghadirkan karya potret dirinya dengan kebudayaan Bali seperti rangda misalnya ataupun ikon ikon
Nano bukan sekedar menyalin realitas objektif dari wajah pada dan tanda tanda dalam kebudayaan popular,maka sejak tahun 2010
bidang kanvas, namun ada layer layer persoalan yang lebih luas Ia mulai bergerak dan intens melukis potret diri hingga kini.
42